
UM-PTKIN 2025, Menag: Seleksi yang Menjunjung Nilai Moral dan Integritas
Jakarta – Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN) tahun 2025 mendapatkan perhatian khusus dari Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar. Dalam sidang kelulusan nasional yang diikuti oleh para rektor PTKIN se-Indonesia, ia menegaskan bahwa seleksi ini tidak hanya sekadar mengukur kemampuan akademik, melainkan juga sebagai sarana membentuk generasi yang unggul secara intelektual dan berakhlak mulia.
“UM-PTKIN bukan sekadar soal lulus ujian. Ini menyangkut nilai kejujuran, tanggung jawab, dan amanah,” ujar Menag Nasaruddin saat memberikan keterangan di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Menteri Agama mengapresiasi kelancaran proses pelaksanaan UM-PTKIN tahun ini yang menunjukkan tren positif, namun tetap mengingatkan seluruh pelaksana agar senantiasa waspada terhadap potensi kecurangan sekecil apa pun. “Integritas adalah fondasi utama. Jangan sampai kita lengah,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, dalam laporan evaluatifnya menyampaikan bahwa meskipun terdapat sejumlah tantangan teknis, pelaksanaan UM-PTKIN 2025 dapat berjalan baik berkat sinergi antarlembaga dan koordinasi yang solid. “Pelaksanaan tahun ini bisa menjadi model referensi untuk masa mendatang. Banyak hal yang bisa kita pelajari,” jelasnya.
Suyitno juga menyoroti peningkatan partisipasi publik serta tingginya kepuasan masyarakat terhadap layanan pendidikan Islam. Ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan akademik yang inklusif dan mendorong riset pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Kementerian Agama tengah merancang penguatan jaringan alumni serta melakukan evaluasi kurikulum agar lebih kontekstual dan adaptif terhadap perkembangan zaman. “Langkah ini akan memperkuat ekosistem pendidikan Islam yang profesional dan mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional,” imbuhnya.
Menutup arahannya, Menteri Agama menekankan perlunya reformasi sistem seleksi agar lebih efisien, berintegritas, dan berbasis nilai. “Dunia kerja saat ini membutuhkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter. Kita butuh pribadi yang jujur, sabar, dan pandai berdiplomasi—bukan sekadar birokrat,” pungkasnya.